Kedatangan Islam sungguh merupakan suatu gerakan yang spektakuler. Betapa
tidak, dari sejak diturunkan empat belas abad yang lalu hingga saat ini telah
banyak perubahan yang terjadi, baik dari segi peradaban, ilmu pengetahuan,
perilaku, dan tatanan sosial.Bagaikan sebuah magnet,
Islam mampu menarik manusia dari berbagai golongan untuk mengkaji ajarannya,
masuk ke dalamnya, dan mengembangkan diri menuju ke arah yang lebih baik.
Bukti adanya pengaruh Islam dalam ilmu pengetahuan misalnya. Dalam Al
Qur’an terdapat beberapa ayat yang menganjurkan untuk memikirkan penciptaan
alam dan motivasi untuk menggunakan akal. Bahkan ayat yang pertama diturunkan
adalah Iqra’ yang berarti bacalah.
Sepintas mungkin akan timbul kejanggalan mengingat Nabi Muhammad yang menerima
wahyu merupakan orang yang tidak bisa membaca dan menulis bahkan hingga akhir
hidup beliau. Namun sesungguhnya perintah itu tidak hanya ditujukan kepada Nabi
tetapi juga kepada seluruh umatnya yang percaya dengan kebenaran Al Qur’an.
Begitu juga jika dilihat dari makna yang dikandung oleh kata iqra’ itu. Kata iqra’ tidak hanya berarti membaca tetapi juga mempunyai arti
menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, dan sebagainya (Quraish
Shihab, Membumikan Al Qur’an). Dari sini, seorang profesor yang melakukan
observasi terhadap fenomena alam juga dapat dikatakan sedang ”membaca”.
Dampak yang ditimbulkan oleh perintah dan anjuran itu sungguh luar biasa.
Tercatat begitu banyak ilmuwan dari kalangan muslim yang tergerak untuk
mengembangkan potensi akal dan pengetahuan yang dimilikinya. Sebut saja Al
Khawarizmi, seorang ahli matematika; Ibnu Haytsam, ahli astronomi; Ar-Razi,
ahli kedokteran; Ibnu Khaldun, ahli sosiologi; dan ilmuwan-ilmuwan muslim
lainnya. Kejeniusan mereka dalam bidang ilmu pengetahuan itu tidak bisa
dikatakan murni berasal dari dorongan intelektual semata tanpa ada sangkut
pautnya dengan anjuran dan perintah Al Qur’ an untuk menggunakan akal.
m mampu menarik
manusia dari berbagai golongan untuk mengkaji ajarannya, masuk ke dalamnya, dan
mengembangkan diri menuju ke arah yang lebih baik.
Tentu saja, para ilmuwan itu bukan orang pertama yang meletakkan dasar bagi
perkembangan ilmu pengetahuan yang mereka tekuni. Mereka melanjutkan ilmu
pengetahuan yang telah ada dasar-dasarnya pada peradaban sebelumnya seperti
Yunani, India, Cina, dan Mesir. Namun apa yang mereka lakukan tidak semata-mata
menyalin, tetapi
juga melahirkan teori baru dan mengembangkannya. Hal ini dapat dilihat dari
komentar Baron Carra de Vaux, seorang ilmuwan Barat, yang menulis bahwa ”Orang-orang Arab benar-benar telah mencapai
sesuatu yang besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Meskipun mereka tidak
menemukannya, mereka mengajarkan penggunaan tanda-tanda (yakni sistem angka
Arab) yang karenanya mereka dapat dipandang sebagai penemu aritmatika kehidupan
sehari-hari. Mereka menciptakan aljabar dan ilmu pasti, mengembangkannya secara
luas, dan memberi landasan bagi penemuan trigonometri sferis yang benar-benar
tidak ada di kalangan orang-orang Yunani. Dalam bidang astronomi, mereka
membuat sejumlah observasi yang bernilai.” (W. Montgomery Watt, Islam dan
Peradaban Dunia).
Dari sini dapat diketahui, sesungguhnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
saat ini dikuasai oleh orang-orang Barat pada dasarnya berasal, atau
setidaknya, ada peran dari ilmuwan-ilmuwan muslim. Untuk menegaskan hal ini,
seorang ahli Astronomi pernah mengatakan bahwa tujuh puluh persen nama
bintang-bintang di langit berasal dari bahasa Arab. Memang sekarang kita
mengenal nama-nama itu dalam bahasa-bahasa Barat. Namun demikian, asal usulnya
adalah dari bahasa Arab.
Bagaimana dengan perubahan dalam nilai-nilai dan norma masyarakat? Lazim
diketahui bahwa kondisi sosial masyarakat Arab sebelum datangnya Islam berada
pada titik yang menyedihkan. Sebelum datangnya Islam, masyarakat Arab dibangun
berdasarkan sistem kesukuan. Suku merupakan segala-galanya dan anggota suku
adalah saudara yang harus dibela jika dianiaya baik benar atau salah. Ungkapan
”tolonglah saudaramu yang menganiaya dan yang dianiaya” menggambarkan kuatnya
ikatan persaudaraan atas dasar kesukuan sehingga merupakan kewajiban untuk
menolong baik ketika menganiaya atau dianiaya. Ukuran benar atau tidaknya suatu
perbuatan juga dinilai berdasarkan kesukuan. Anda akan dinilai salah jika
membunuh atau mencuri benda milik saudara sesuku dan tidak membela saudara
sesuku yang dianiaya suku lain ketika sedang mencuri. Di sisi lain, anda akan
dianggap pahlawan jika membela saudara sesuku yang sedang mencuri atau membunuh
suku lain. (Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Islam).
Berbeda dengan hal tersebut, Islam mengajarkan bahwa persaudaraan hanya
berlaku atas dasar agama. Namun demikian, ikatan yang dibangun atas dasar agama
ini tidak serta merta membuat persaudaraan itu menjadi subyektif dalam menilai
suatu perbuatan. Seorang muslim tidak akan mendapat pembelaan dari saudaranya
sesama muslim jika ia melakukan perbuatan melanggar hukum seperti mencuri atau
membunuh, bahkan jika perbuatan itu dilakukan terhadap non-muslim. Apa yang
dilakukan oleh seorang muslim jika melihat saudaranya berbuat aniaya adalah
mencegahnya dari perbuatan itu sebagaimana sabda Nabi ”’Tolonglah saudaramu yang
berbuat aniaya atau yang teraniaya.’ Seorang sahabat bertanya, ’Ya Rasulullah,
aku akan menolongnya jika ia teraniaya. Jika ia berbuata aniaya, bagaimana aku
menolongnya?’ Nabi menjawab, ’Engkau menahan atau mencegahnya dari berbuat
aniaya karena demikianlah cara menolongnya.’” (HR. Bukhari). Sabda Nabi ini
menegaskan bahwa menolong saudara bukan berarti menolongnya tanpa
mempertimbangkan benar atau salah seperti masyarakat sebelum datangnya Islam
tetapi menolongnya jika ia dianiaya dan mencegahnya jika ia akan berbuat
aniaya.
Dari sisi agama, keadaan masyarakat Arab sebelum datangnya Islam tidak
lebih baik. Mayoritas bangsa Arab adalah penyembah berhala dengan Ka’bah
sebagai pusatnya. Walaupun terdapat 360 berhala yang berada di sekitar Ka’bah,
namun yang terbesar adalah Hubal. Hubal inilah yang dianggap sebagai berhala
paling hebat di antara berhala lain. Selain Hubal, ada juga Lata Uzza dan
Manat, tiga berhala lain yang juga sangat dihormati. Kepada empat berhala
inilah orang-orang Arab menyembah dan memuja di samping mereka juga memiliki
berhala di rumah masing-masing yang dikelilingi ketika akan pergi atau pulang,
minta obat dan kesembuhan, minta pertolongan untuk mengalahkan musuh, mengadu
nasib, dan memberikan kurban.
Kedatangan Islam merubah secara total keyakinan dan agama yang dianut itu.
Islam mengajarkan bahwa hanya satu Tuhan yang menciptakan alam semesta dengan
segala isinya ini. Hanya satu Tuhan pula yang wajib disembah dalam segala
situasi dan kondisi. Islam memproklamirkan hanya ada satu Tuhan yang disembah,
bukan tuhan bangsa Arab saja, tetapi Tuhan segala sesuatu yang ada di alam ini.
Tuhan yang menciptakan semua yang ada di langit dan di bumi dan yang tunduk
kepada-Nya segala sesuatu.
Demikian tinjauan tentang perubahan yang dibawa oleh Islam dalam hal ilmu
pengetahuan, sosial masyarakat, dan kepercayaan. Uraian di atas diharapkan
dapat memberikan pemahaman bahwasanya kedatangan Islam sungguh telah membawa
dampak yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Kedatangannya merupakan suatu
babak baru bagi kehidupan manusia sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur’an
”...mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju terang benderang” (QS 14:1).
Lalu, bagaimana sesungguhnya ajaran yang dikandung dalam Islam? Islam
secara bahasa berarti tunduk, patuh, pasrah, selamat, damai, dan aman. Dari
pengertian bahasa itu dapat disimpulkan bahwa Islam mengandung arti berserah
diri, tunduk, patuh, dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan
ketundukan itu akan melahirkan keselamatan dan kesejahteraan dan keselamatan
serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkungan.
Sementara secara istilah, Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
sebagai suatu kaidah dan aturan hidup dengan Al Qur’an sebagai kitab suci untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Pengertian ini menunjukkan bahwa
Islam tidak hanya semata-mata agama yang mengatur urusan manusia dengan
Tuhannya tetapi juga mengatur dan memberikan petunjuk bagi penganutnya dalam
menempuh kehidupan di dunia ini. Islam tidak hanya berisi aturan-aturan tentang
cara beribadah kepada Tuhan tetapi juga mengajarkan bagaimana bergaul dengan
sesama manusia dan lingkungan. Singkatnya, Islam tidak hanya ada di masjid
tetapi Islam juga ada di pasar, di kantor, dan di mana saja.
Pada dasarnya Islam mempunyai tiga ajaran inti: Aqidah, Syari’ah, dan
Akhlak. Aqidah berkaitan dengan keyakinan dan keimanan; Syari’ah berkenaan
dengan pelaksanaan ibadah; sementara Akhlak merupakan budi pekerti dan tata
cara pergaulan.
Berkenaan dengan masalah keyakinan, dalam Islam terdapat suatu doktrin yang
dikenal juga dengan sebutan Rukun Iman. Rukun Iman ini terdiri dari enam hal
yang harus diimani dan diyakini kebenarannya oleh setiap orang yang beragama
Islam. Ketiadaan salah satu dari enam rukun ini akan merusak keimanan seseorang
yang pada akhirnya akan membuatnya keluar dari Islam. Keenam hal itu adalah:
percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, percaya kepada kitab-kitab,
percaya kepada para rasul, percaya kepada hari kiamat, dan percaya kepada
ketetapan (qadha’ dan qadar) baik dan buruk.
Percaya kepada Allah berarti percaya bahwa hanya Allah yang menciptakan dan
mengatur seluruh alam semesta. Hanya Allah yang patut disembah. Allah adalah
satu-satunya Tuhan yang ada dan tidak memiliki sekutu atau tandingan. Allah tidak
mempunyai teman, anak, saudara, atau siapapun dan apapun yang akan menodai
keesaan-Nya. Semua yang ada selain Allah adalah makhluk yang diciptakan oleh
Allah. Hanya Allah yang menguasai dan memerintah. Hanya kepada-Nya seluruh
makhluk menyembah dan meminta pertolongan. Allah yang menguasai dan menentukan
semua kejadian yang terjadi di alam semesta ini. Setiap kejadian akan terjadi
sesuai dengan kehendak dan keinginan-Nya.
Inilah keimanan yang harus dimiliki setiap muslim.
Inilah keimanan yang harus dimiliki setiap muslim.
Percaya kepada malaikat berarti percaya bahwa Allah mempunyai makhluk yang
mempunyai tugas-tugas tertentu. Makhluk yang bukan lelaki atau perempuan, yang
tidak memiliki nafsu, yang patuh dan tidak akan membangkang terhadap perintah
yang Allah berikan kepada-Nya.
Percaya kepada kitab-kitab adalah percaya bahwa Allah menurunkan
kitab-kitab kepada para rasul-Nya yang berisi petunjuk dan peraturan untuk
kebahagiaan manusia. Dari kitab-kitab ini, empat kitab harus diketahui: Zabur
yang diturunkan kepada Nabi Daud, Taurat kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi
Isa, dan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad.
Percaya kepada para rasul mengandung arti bahwa Allah mengutus sebagian
dari kalangan manusia menjadi rasul untuk menyampaikan ajaran dan syari’at-Nya.
Para rasul ini diangkat menjadi utusan Allah sebagai perantara yang
menghubungkan manusia dengan Tuhan. Rasul-rasul ini menyampaikan apa yang
diwahyukan dari Allah kepada manusia. Setiap manusia harus menerima dan
membenarkan apa yang disampaikan oleh para rasul. Karena bersumber dari Allah
yang Esa maka semua ajaran yang disampaikan oleh para rasul adalah sama. Semua
agama yang dibawa oleh para rasul adalah islam, yakni ajaran yang mengajarkan
keesaan Allah dan ketundukan kepada-Nya. Dapat dikatakan semua agama yang
dibawa oleh semua rasul adalah ”Islam” namun kemudian Islam menjadi nama agama
yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai agama terakhir yang menyempurnakan semua
risalah sejak Nabi Adam hingga Nabi Isa. Termasuk percaya kepada rasul adalah
meyakini bahwa Nabi Muhammad merupakan rasul terakhir yang diutus oleh Allah
yang tidak akan ada nabi lagi sesudah beliau.
Percaya kepada hari kiamat mengandung arti bahwa semua yang ada di seluruh
alam semesta akan hancur pada hari kiamat. Pada saat itu semua manusia yang
pernah hidup di dunia akan dibangkitkan kembali untuk dimintakan pertanggungan
jawab atas segala yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia. Jika selama
hidup di dunia dia berbuat baik dan taat kepada perintah Allah maka dia akan
mendapat balasan berupa surga dan jika berbuat durhaka dan maksiat maka dia
akan mendapat balasan masuk ke dalam neraka.
Terakhir, percaya kepada qadha’ dan qadar berarti meyakini bahwa segala
peristiwa yang terjadi di seluruh alam semesta ini merupakan kehendak Allah dan
segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah tidak akan terjadi. Semua
peristiwa, termasuk kelahiran dan kematian sudah ditentukan oleh Allah. Bahkan
semua hal yang sudah, sedang, dan akan terjadi.
Itulah sendi-sendi keimanan yang harus diyakini dan dipercaya oleh setiap
muslim. Seorang manusia disebut muslim jika dengan penuh kesadaran dan
ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam. Karena itu aqidah
merupakan ikatan dan simpul dasar Islam yang pertama dan utama.
Ajaran Islam yang kedua adalah Syari’ah. Syari’ah ini berisi aturan tentang
ibadah-ibadah dan hukum-hukum yang harus dipatuhi oleh setiap muslim. Secara
umum ibadah dalam Islam dibagi dua: ritual dan sosial. Ibadah ritual merupakan
ibadah yang tata caranya sudah diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Sementara
ibadah sosial hanya diberikan prinsip dasarnya saja sementara pelaksanaannya
dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Di sini hanya akan dibahas tentang
ibadah ritual saja yang terangkum dalam Rukun Islam.
Rukun Islam berisi tentang lima hal yang harus dijalankan oleh setiap
muslim dalam hidupnya. Lima hal itu adalah: Mengucapkan dua kalimat syahadat
berupa Laa Ilaaha Illa Allah Muhammad Rasulullah; melaksanakan shalat lima
waktu; membayar zakat; berpuasa di bulan Ramadhan; dan pergi haji jika mampu.
Kalimat syahadat itu harus diucapkan setiap muslim. Orang yang telah
mengucapkan dua kalimat syahadat berarti dia telah masuk ke dalam golongan kaum
muslimin, siapapun dia dan dari manapun dia berasal. Mengucapkan dua kalimat
syahadat itu akan menjadikan orang yang mengucapkannya sebagai muslim.
Sebaliknya, orang yang mengingkari dua kalimat syahadat berarti tidak termasuk
ke dalam golongan kaum muslimin dan bukan merupakan seorang muslim.
Rukun Islam kedua adalah melaksanakan shalat. Shalat wajib sehari-hari
dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai tindakan penyerahan diri dan penghambaan
kepada Allah. Setiap muslim wajib melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari
semalam: subuh, zuhur, ashar, maghrib, dan isya’. Pada intinya shalat merupakan
hubungan antara Tuhan dengan hamba melalui cara-cara yang dicontohkan oleh
Rasulullah. Dengan demikian, ibadah shalat ini tidak bisa diubah dengan cara
lain. Mengubah tata cara shalat merupakan suatu pelanggaran yang dapat menodai
ajaran Islam seperti yang dilakukan oleh sekelompok aliran yang melakukan
shalat dengan membaca terjemahan surat dan lafazh-lafazhnya. Mereka beralasan
melakukan hal itu untuk menambah kekhusyukan mereka. Hal seperti ini tidak
dapat diterima karena bertentangan dengan apa yang telah diajarkan dan
dicontohkan oleh Nabi.
Selanjutnya
adalah membayar zakat. Zakat pada dasarnya merupakan ibadah ritual yang
berdimensi sosial karena mengajarkan kepada kita agar lebih mempunyai rasa
kepedulian sosial terhadap orang-orang yang tidak beruntung. Sesungguhnya zakat
merupakan suatu ibadah yang bertujuan untuk menyucikan dan membersihkan harta
dari bagian orang-orang fakir dan miskin dan dianggap sebagai sebuah ”hutang”
kepada Allah. Artinya, orang yang membayar zakat, baik zakat fitrah atau zakat
harta, telah membersihkan hartanya dari hak-hak orang fakir serta telah
melunasi “hutang” yang Allah bebankan kepadanya.
Rukun Islam keempat adalah berpuasa di bulan Ramadhan. Jika zakat merupakan
ibadah yang mengajarkan agar kita mempunyai kepedulian sosial, maka puasa
merupakan ibadah yang mengajarkan agar kita mempunyai kepekaan sosial. Puasa
mengajarkan kita bagaimana rasanya kita merasa haus dan lapar seperti halnya
orang-orang yang merasa haus dan lapar lantaran kemiskinan yang mereka derita.
Jika kita berpuasa hanya satu bulan ramadhan saja, bagaimana dengan mereka yang
setiap hari sepanjang tahun berpuasa? Dengan ibadah puasa inilah diharapkan
kita dapat merasakan besarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita sekaligus
kita menyadari bahwa masih banyak orang yang memerlukan uluran tangan untuk
mempertahankan hidup.
Terakhir, melaksanakan ibadah haji ke Baitullah di Makkah, Saudi Arabia.
Namun, perlu diingat, ibadah haji hanya diwajibkan bagi orang yang memiliki
kemampuan finansial dan fisik. Artinya, ibadah haji ini hanya wajib bagi orang
yang mempunyai kecukupan harta dan badan yang sehat. Orang yang mempunyai harta
tetapi fisiknya tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan dan melaksanakan
ibadah ritual haji maka dia belum berkewajiban untuk melaksanakan haji. Begitu
juga orang yang berbadan sehat tetapi tidak mempunyai cukup harta untuk
membayar biaya ibadah haji. Ini karena ibadah haji membutuhkan dua hal tersebut
untuk dapat dilaksanakan.
Inilah lima pondasi ibadah dalam Islam. Ibadah yang telah diatur tata cara
dan petunjuknya oleh Rasulullah. Sebenarnya masih banyak bentuk ibadah lain
yang ada dalam Islam namun ibadah-ibadah yang disebutkan di atas itulah yang
menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk melaksanakannya.
Sementara ibadah yang bersifat sosial, tata cara pelaksanaannya tidak
disebutkan secara rinci. Islam hanya memberikan prinsip dasarnya saja sedangkan
pelaksanannya dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. Contoh yang
sederhana dalam masalah ini adalah silaturrahmi. Islam mengajarkan agar kita
melakukan ibadah sillaturrahmi. Pada
prinsipnya, silaturrahmi adalah membangun hubungan baik dengan keluarga,
kerabat, tetangga, dan relasi. Cara yang paling baik adalah dengan datang
berkunjung ke rumah mereka dan bertatap muka dengan mereka. Namun, kini
silaturrahmi tidak hanya dapat dilakukan dengan cara tersebut. Kecanggihan
teknologi telah membuka cara baru untuk melakukan silaturrahmi itu yakni dengan
memanfaatkan komunikasi lewat telepon. Walaupun, tentu saja, silaturrahmi
dengan cara berkunjung dan bertatap muka jauh lebih efektif dari komunikasi
lewat telepon, setidaknya kita masih dapat melakukan ibadah silaturrahmi.
Sendi ketiga ajaran Islam adalah akhlak. Akhlak adalah daya kekuatan jiwa
yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
direnungkan lagi. Dengan demikian, akhlak pada dasarnya adalah sikap yang
melekat pada diri seseorang yang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku
dan perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut agama dan akal, maka
tindakan itu disebut sebagai akhlak yang baik atau akhlak mahmudah. Sebaliknya,
jika perbuatan spontan itu buruk, maka tindakan itu disebut akhlak madzmumah.
Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa
seseorang. Karena itu, akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan
seseorang sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari.
Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah
akumulasi dari aqidah dan syari’ah yang bersatu secara utuh dalam diri
seseorang. Dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan perilaku yang tampak
apabila syariat Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah yang benar.
Akhlak dilihat dari obyeknya terbagi menjadi tiga: Akhlak kepada Allah,
akhlak kepada manusia, dan akhlak kepada lingkungan hidup. Akhlak kepada Allah
meliputi beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Ikhlas
beribadah dengan penuh kesadaran bahwa sebagai seorang hamba sudah sepatutnya
untuk berbakti kepada-Nya dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi
segala larangan. Beibadah dengan penuh kesabaran walaupun berat pelaksanaannya
dan bertentangan dengan hawa nafsu. Termasuk akhlak kepada Allah adalah
berzikir mengingat Allah dengan lisan dan hati, merenungi alam semesta ini
sebagai bukti kekuasaan-Nya, serta menjaga ucapan dan perbuatan karena
sesungguhnya Allah senantiasa mengetahui apa yang dikerjakan oleh hamba-Nya.
Sementara akhlak kepada manusia mencakup akhlak kepada diri sendiri dan
orang lain. Akhlak kepada diri sendiri adalah bersabar atas segala musibah yang
menimpa, bersyukur atas segala nikmat yang kita terima, dan bersikap rendah
hati dengan menghargai sesama. Adapun akhlak kepada orang lain adalah bersikap
santun kepada setiap orang yang dihadapi tanpa membedakan mereka dari segi
harta dan kedudukan, menghormati yang lebih tua dan menghargai yang lebih muda,
menolong orang yang membutuhkan pertolongan, dan lain sebagainya.
Akhirnya, akhlak kepada lingkungan hidup berarti
kita menjaga kelestarian alam, mengelolanya dengan bijaksana, mengambil segala
sesuatu yang disediakan oleh alam tanpa harus merusaknya, serta menjaga
kebersihan lingkungan. Kehidupan manusia di muka buni ini akan berada dalam
keseimbangan yang harmonis jika setiap orang mempunyai akhlak yang baik
terhadap alam. Sebaliknya, jika manusia memperlakukan alam dengan buruk seperti
menebang pohon dan membakar hutan maka yang terjadi adalah kerusakan dan
bencana. Banyaknya bencana alam yang terjadi di negara kita tidak lepas dari
perbuatan sebagian orang yang mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan akibat
dari perbuatan mereka. Akibatnya, timbul bencana banjir dan tanah longsor. Al
Qur’an telah menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan di laut
terjadi akibat ulah tangan manusia. Jika setiap orang mempunyai kesadaran untuk
menjaga alam dan berakhlak baik kepada alam, tentunya bencana yang terjadi
dapat diminimalisir.
0 comments :
Posting Komentar